Share this

Kontroversi yang melibatkan merek pakaian UB Cloth menjadi sorotan publik karena produk-produk mereka dianggap mengandung kata-kata yang merendahkan perempuan. Masalah ini tidak sekadar persoalan selera atau strategi pemasaran—melainkan menyentuh akar budaya yang masih melanggengkan stereotip dan objektifikasi terhadap perempuan.
Beberapa produk dari UB Cloth diketahui menggunakan kata-kata atau frasa yang menjurus pada pelecehan verbal terselubung. Padahal, dalam masyarakat modern yang semakin sadar akan kesetaraan gender, tindakan seperti ini bisa dinilai mencederai nilai moral dan etika sosial. Bahkan, analisis data menunjukkan bahwa praktik seperti ini bukanlah kasus tunggal, melainkan bagian dari pola yang lebih luas dalam industri kreatif dan fashion.
Menariknya, di tengah kritik publik, masih ada konsumen yang tetap mendukung brand ini. Fenomena ini menunjukkan betapa dalamnya akar budaya yang normalisasi kekerasan simbolik terhadap perempuan. Hal ini mencerminkan masih adanya resistensi terhadap perubahan nilai yang lebih menghormati keberagaman dan kesetaraan gender.
Di sisi lain, langkah beberapa pihak—termasuk artikel opini di Kompasiana—yang mengangkat isu ini secara terbuka, menjadi bukti bahwa ruang publik semakin terbuka untuk dialog dan kritik membangun. Ini adalah bagian penting dari gerakan sosial yang bertujuan untuk mengedukasi publik dan mendorong perubahan sistemik dalam praktik bisnis.
Sebagai catatan penting, perusahaan tidak bisa bersembunyi di balik alasan “hak cipta” untuk membela konten yang tidak etis. Justru sebagai pelaku industri, mereka memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan bahwa produk yang mereka ciptakan mencerminkan nilai-nilai yang sehat dan menghormati martabat manusia.
đź’ˇ Kesimpulan
UB Cloth dan brand lainnya perlu meninjau ulang pendekatan kreatif mereka, agar tidak terjebak dalam glorifikasi budaya yang merendahkan. Kritik publik harus dijadikan cermin untuk memperbaiki dan memulai komitmen baru: menciptakan produk yang tak hanya keren secara visual, tapi juga bermartabat secara nilai.