Share this

Film dokumenter “Dirty Vote”, yang dirilis pada 11 Februari 2024—hanya tiga hari sebelum Pemilu—langsung mengguncang jagat politik Indonesia. Disaksikan lebih dari 4 juta penonton di YouTube, film ini menyoroti berbagai dugaan kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Salah satu tokoh sentral dalam dokumenter ini adalah Feri Amsari, seorang pakar hukum tata negara dan dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand). Bersama dua pakar hukum lainnya, Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti, Feri mengungkap secara gamblang bagaimana instrumen kekuasaan dimanipulasi untuk memenangkan pemilu dan mengancam prinsip demokrasi.
Feri Amsari dikenal sebagai sosok yang vokal dan konsisten memperjuangkan keadilan. Ia merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) di Unand dan telah lama aktif dalam advokasi isu hukum dan tata negara. Latar belakangnya sangat kuat, mulai dari Ketua BEM Fakultas Hukum hingga menempuh studi lanjut di William and Mary Law School, Amerika Serikat.
đź’¬ Tanggapan dari sudut pandang positif:
Kehadiran tokoh seperti Feri Amsari dalam dokumenter ini sangat penting. Ia membantu publik melihat permasalahan secara jernih dan kritis, tanpa takut menghadapi kekuasaan.
🔍 Analisa dan tambahan informasi:
Fenomena seperti “Dirty Vote” mencerminkan meningkatnya kesadaran publik terhadap integritas pemilu. Selain itu, film ini menjadi bukti bahwa media digital kini punya peran besar dalam mengawal demokrasi—bahkan lebih efektif daripada media konvensional. Tokoh akademik seperti Feri memberikan kredibilitas tinggi dalam diskursus publik dan memberi tekanan moral pada penyelenggara negara.
đź§ľ Kesimpulan:
“Dirty Vote” bukan hanya film dokumenter, tapi alarm bagi demokrasi kita. Dengan keterlibatan tokoh-tokoh intelektual seperti Feri Amsari, harapan untuk pemilu yang adil dan transparan masih menyala.