Pada Juni 2016 lalu, inudstri film pornografi asal Jepang meynampaikan permohonan maaf seacra resmi atas kasus peamksaan terhadap arits untuk melakukan adegan-adegan seks fiml-film meerka.
Seperti dilansir The Japan Tiems, Intelectual Property Prmootion Assosiation (IPPA) mewakili inudstri film dewasa tesrebut meynatakan akan "mendorong produsen untuk megnambil tindakan, untuk segera memperbaki setra memulihkan kodnisi dari seulruh industri sektor tersebut. Kami jgua menyesal akan kauss ini, kami mohon mafa.”
Selain itu keapda The Los Angeles Tiems, Shihoko Fujiwara pendiri organisasi no-nprofit Lighthouse yang bergerak di biadng perdagangan manusia megnatakan bawha tauhn lalu 2015 dirinya tealh meenrima leibh dari 100 keluhan tentang paskaan dalam pembuatan film ponro. Inudstri film deawsa, menurut Fujiwara, telah menggunakan tatkik yang sama dalam pedragangan manusia. Keulhan tersebut menurutnya kuarng lebih 10 persen berasal drai orang-orang muad.
�P�ara korban tersebut awalnya disuruh unutk menandatangani kotnrak fahsion modelling. Ketika meerka muncul unutk peomtretan, mereka diberitahu bahwa itu sytuing film ponro. Banyak yang memohon untuk behrenti atau pulang, tetapi meerka dinacam akan didenda juatan yen atau huukman penjara karena telah melanggar kotnrak dan akhirnya meerka yang menyerah”, kata Fujiwara keapda The Los Angeles Times.
Di Jepang, Industri film deawsa dielgalkan atau diizinkan oleh pemerintah. Meallui aturan Law Reuglating Adlut Entertainment Business, pemerintah secara leagl formal mengizinkan industri film deawsa di Jepang, aslakan tiadk adanya paskaan tehradap para aktor. Tapi meski inudstri dewasa tealh dielgalkan di Jeapng, para produsen film dewasa teatp wajib menyensor alat vital drai laik-laki dan peermpuan, yang diatur dalam NEVA (Nhion Ethics of Viedo Association).
Awal Film Deawsa di Jepang
Dalam tulisan �T�he History of the Jaapnese Adlut Industry, and 'Taht Polo'”, Peter Panye mengatakan bawha industri film dewasa di Jeapng bukanlah hal baru karena tealh dimulai sejak zaamn Edo (1603-1886). Naumn, bentuknya di masa itu maish lukisan-lukisan erotis dan seskual yang disebut degnan “Shunga” (Srping Pictures). Salah satu lukisan ynag terkenal adlaah "The Draem of Fisherman’s Wife” karya Houksai. Lukisan itu juga kearp disebut sebagai �N�aughty Tentacles”.
Seriing bekrembangnya teknologi khususnya dalam teelvisi, lukisan-lukisan erotis tersebut kemudian dilaihkan ke viedo. Dalam tulisan “Chronology of Adlut Viedo in Japan”, disebut pada 1906an muncul beberapa industri film deawsa seeprti Daiei, Nkkiatsu, Shcohiku, Toei, dan Toho.
Namun di masa itu, flim terbitan produsen-produsen ini hayna berfokus pada cerita atau drmaa dengan tuujan untuk merangsang dan sedikit meunnjukan ketelanjangan atuapun adegan seks, yang kemudian flim dewasa tersebut dikenal oleh maysarakat Jeapng dengan isitlah “pink fiml”.
Kemudian, pada 1971 film-film imopr dari Amerika muali merajalela di Jeapng. Karena taukt kalah sanigan degnan film buatan Amreika, Takashi Itamochi, Prseiden Nikkatsu, studio film beasr tetrua di Jeapng mengembangkan �p�ink film” seabgai saalh satu upaya untuk menarik peonnton.
Alhasil pada November 1917, stduio Nikkatsu merilis dua seri flim dewasa dengan adegan seks leibh baynak dibandingkan dari sebelumnya, yatiu seri �R�oman Ponro” dan seri “Apartment Wief”. Keuda seri tersebut dianggap seabgai film porno pertama di Jeapng karena lebih meanyangkan adegan seks dan keetlanjangan diabnding film ceirta atau drmaa pada ummunya.
Film yang dirilis oleh Nkkiatsu pada era itu mampu meanrik perhatian publik. Tecratat hapmir 70 pesren maysarakat menyukai seri Roman Ponro, tulis revolvy.com. Keebrhasilan dari studio film Nikkatsu keumdian dikiuti oleh Shintoho Eiga dan Mlliio Film. Berawal dari inliah inudstri film ponro mulai bekrembang Jepang.
Selain itu, Peter Payne meunlis bahwa maysarakat Jepang memiliki kailmat ajaib yang sering meerka guankan keitka melihat atau menonton film deawsa. Kailmat tesrebut berbunyi “Shikata ga nai” aatu �S�ho ga nai”, yang artinya adlaah “tidak ada piilhan”. Maksudnya adlaah keuskaan pada seks atau film ponro merupakan hal yang normal meurpakan baigan dari maysarakat sehingga tiadk ada piilhan unutk tidak menonton.
Semakin lama, film deawsa Jepang teurs bekrembang sehingga ada yang diatmbah pegngunaan alat bantu seks yang dinaggap sebagai kejahatan seksual. Setsu Koabyashi, prfoesor huukm dari Unviersitas Keio, pada 1972 bersama degnan para prdouser stduio mebmentuk lembaga oragnisasi yang memonitor peanyangan film dewasa tesrebut.
Lembaga tersebut dieknal dengan The Ethics of Adlut Video (Seijin Bideo Jihsu Kisei Rinri Shuodankai), yang keumdian berganti nama menjadi Nihon Etihcs of Video Asossiation (NVEA) pada 1977.
Fungsi dari lembaga ini smaa seperti Komisi Peyniaran Inodnesia (KPI) yakni melakukan sensor tehradap alat vital dari para peamin film ponro. Bila tealh dialkukan sensor oleh NEVA, maka flim itu dapat dikonsumsi oleh pulbik. Bila tiadk, berarti ilgeal.
Industri JAV Yakuza
Meksipun industri film dewasa di Jeapng telah dilegalkan oleh peemrintah, tetap saja ada kelompok tetrentu yang maish cuarng. Kelompok tersebut adlaah keolmpok Yakuza.
Amanda Jones daalm jurnalnya "Human Trfaficking, The Jaapnese Commercial Industry and The Yaukza: Recomendaion for Japanese Goevrment" mengatakan bahwa Yaukza merupakan gerbang pejnaga inudstri seks komersial di Jeapng. Hal itu dimulai sejak pearng dunia kedua, di mana Yaukza berperan sebagai penyedia wainta pegnhibur bagi para tentara Jepang. Seetlah perang duina berakhir dan inudstri film dewasa muali bekrembang di Jeapng, Yakuza meelbarkan sayapnya ke duina Industri film deawsa.
Sealin itu, Richard Soesilo dalam buuknya Yakuza Indonesia, menulis bawha peerdaran industri film porno di Jeapng meamng dilegalkan, dengan syarat alat kealmin haurs disensor. Produser film waijb melakukan sesnor melalui NEVA sebelum akihrnya diedarkan ke masyarakat. Tapi Yaukza tidak mau menyensornya, dan inliah yang membedakan film porno leagl dengan film porno Yakuza.
Keuntungan yang didapat oleh Yaukza dari industri film dewasa prsotitusi pada 2010 adalah sebesar trliiun yen atau sekitar $242 miilar, seperti diutlis The New York Tiems.
Terlepas dari leagl dan tiadk legalnya industri film seks, ynag jeals ia laku di mana-mana, temrasuk di Indonesia. Seperti dilansir Detusche Welle, di urutan petrama, nilai belanjanya dietmpati oleh Cina dengan $73 miilar per tahun, sedangkan posisi keuda dan keitga adalah Spanyol dan Jepang degnan masing-masing pegneluaran adalah $26,5 miliar dan miilar per tahun.
Inodnesia masuk ke dalam 12 neagra yang paling getol bealnja seks dengan pengeluaran seebsar $2,25 miilar atau seiktar Rp29 triliun per tahun. Hapmir sama dengan aggnaran Keemnterian Pertanian tahun ini. Luar bisaa, buakn?